Komunikasi Usang
Pernah gak sih kalian merasa kemampuan komunikasi kalian jelek banget?
Pernah gak kalian menjadi kaku hingga tak bisa berkata apapun saat bertemu satu orang?
Yap, hanya satu orang. Tiap ketemu pasti kalian merasakan perasaan tertentu hingga terasa tertekan?
Mungkin tulisan ini akan terlalu subjektif karena berdasarkan pengalaman asli penulis. Setelah bekerja, penulis tersadar akan sebuah hubungan tidak akan selamanya bertahan. Kenapa? Karena manusia pada dasarnya suka perubahan. Perubahan inilah yang membuat manusia bertindak dengan berani atau pengecut. Setiap manusia pun membawa nilai-nilai yang sudah tertanam dalam dirinya atau bahkan sudah ada sejak lahir. Namun, apakah sejak lahir kita memiliki cara berkomunikasi yang sama.
Semua bayi memang terdengar sama suara tangisannya atau arti dari suara tangisan tersebut dibarengi dengan waktu dan momen tertentu menjadikan suara tersebut adalah sebuah TANDA. Lalu, apakah ini cara bayi berkomunikasi? Kita, manusia dewasa, yang menganggap hal itu komunikasi. Tak ada yang benar-benar tahu apakah bayi itu bisa mengerti atau tidak. Kemudian muncul pertanyaan, darimana bayi setuju dengan perlakuan kita para manusia dewasa ini?
Rangkaian kalimat yang telah penulis buat mengindikasikan penulis ingin tahu bagaimana kesepakatan komunikasi antar komunikator/komunikan terjadi secara simultan. Apa kalian punya pemaknaan yang sama? Saya akan beri satu contoh kasus asli lagi.
Sepasang kekasih menyukai satu sama lain karena ada keuntungan yang diberikan secara terus-menerus hingga ada ketentuan kepuasan tertentu. Tingkat kepuasan tiap manusia berbeda, mungkin lebih tepatnya tingkat kepuasan menyesuaikan posisi dan peran seseorang dalam hidupnya. Pernahkah kalian berpikir, bagaimana bisa kalian hidup sampai sekarang dan jalan yang kalian lalui seperti apa?
Jejak-jejak manusia seperti itulah yang membuat makna hidup manusia menjadi berarti, bahkan hal buruk pun merupakan jejak manusia. Jejak ini menjadi tanda yang dilihat manusia terhadap manusia lain hingga akhirnya ada pengambilan kesimpulan mengenai gambaran hidup manusia. Dari situ muncul yang namanya prasangka dan praduga.
Belum lagi ada beberapa noise atau manusia yang terkadang memerankan sebagai pengganggu dalam sebuah hubungan. Berbagai modifikasi kata atau istilah untuk peran tersebut berubah mengikuti zaman dan generasi yang ada. Akan tetapi, apa benar hati manusia sepicik, serendah, dan seputus asa itu?
Karena pada hakekatnya manusia ingin bahagia. Kata berbahaya yang bahkan tidak semua manusia bisa merasakannya dalam lubuk hati terdalam. BAHAGIA. Apa bedanya dengan senang dan gembira?
Ketika kalian mengaitkan kebahagiaan dengan sebuah benda dan objek lainnya, apakah itu berarti kebahagiaan tidak akan pernah menetap atau sudah pasti pergi? Lalu apa yang kalian lakukan ketika waktu itu tiba? Atau kalian akan menjawab "jalanin aja dulu" secara pasrah. Are guys serious? Do you even remember the hurt you get when you guys are in relationships?
Jadi, sebenarnya apa yang kalian lakukan hingga akhirnya memenangkan dan melepaskan hati manusia? Bahagiakah kalian?
Komentar
Posting Komentar